BagikanSekarang Jember — KHR Kholil As'ad, Pengasuh Pondok Pesantren Wali Songo Situbondo, mengingatkan, ulama dan umara tidak bisa dipisah. Kiai Kholil mengibaratkan, ulama adalah antena bagi masyarakat. Menurut Kiai Kholil, kehadiran ulama dalam politik adalah demi memberi arahan antara yang baik dan benar.
KiaiAs'ad lahir di Mekah ketika Kiai Syamsul Arifin studi di sana. Dan Kiai Syamsul Arifin telah menghabiskan 40 tahun dari 110 tahun usianya di Mekah. Di Mekah, Kiai Syamsul Arifin berguru kepada banyak ulama besar seperti Syaikh Nawawi Banten (1813-1897 M.) yang 24 karyanya banyak dibaca di pesantren-pesatren Jawa dan Madura.
Assalamualaikumwr, wb,.Kalam Hikmah dari beliau kh Kholil As'ad.Semoga barokah dan bermanfaatAmin ya rabbal alamin!!_____THANK FOR WATCHI
Senadadengan itu, KHR Kholil As'ad selain menyerukan agar masyarakat Bondowoso untuk memilih pasangan Dhafir - Dayat. Selain itu, KH Kholil juga berpesan agar tidak ada yang melakukan hal negatif seperti mencela, black campaign, maupun menebar kebencian dalam mendukung Dhafir - Dayat. "Tidak boleh mencela, menghina calon lain.
manusiaapa kata hatinya .hatinya apa kata sambungannya || as'ad
KholilBangkalan: Sejarah, Karomah, Dan Kata Bijaknya. KH. Kholil Bangkalan, tidak ada satu orang pun di Indonesia yang tidak mengenal beliau. Ulama Kharismatik dari pulau garam Madura yang sangat kesohor sejak jaman kolonial hingga saat ini. Bahkan kuburan beliau di Bangkalan tidak pernah sepi dari pengunjung.
KataGUS ULIN Wanita cuma butuh BPKB Jangan percaya kata I LOVE UMohon ma'af Apabila Kualitas Gambar dan Audio Kurang MemuaskanKritik dan saran sahabat semua
KiaiKholil berpesan agar Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri memantapkan niat. "Sambungkan niat nyalon kepada Allah SWT, sehingga hati masyarakat juga nyambung. Semoga mendapat amal dunia dan akhirat," kata KH Kholil As'ad di depan rombongan Fattah Jasin-Kiai Ali Fikri.
Kyai, saya diutus Kyai Kholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini kepada Kyai," Kata As'ad, pemuda berusia sekitar 27 tahun itu, sambil mengeluarkan sebuah tongkat, dan Kiai Hasyim langsung menerimanya dengan penuh perasaan.
SAYAKAYAK DI PRANK, kata artis yg pernah berobat di padepokan si ud@nBergabung dengan channel ini untuk mendapatkan akses ke berbagai keuntungan:https://www
Terjadidialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy'ari dengan KH Mohammad Cholil, gurunya. "Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan," kata Mbah Cholil, begitu kiai dari Madura ini populer dipanggil. Kiai Hasyim menjawab, "Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan
TeksTranslit Pidato KH As'ad Syamsul Arifin (KH As'ad Syamsul Arifin adalah pelaku sejarah berdirinya NU, beliaulah yang menjadi media penghubung dari KH Kholil Bangkalan yang memberi isyarat agar KH Hasyim Asyari mendirikan Jamiyah Ulama [akhirnya bernama Nahdlatul Ulama].
Disinggungalasan kenapa merekomendasi ke RBT, Jailani menegaskan, dirinya sudah memasrahkan penuh ke DPP, namun ia menjelaskan pertimbangan rekom itu turun ke politikus muda itu atas dasar petunjuk majelis suro, khusus Jawa Timur utamanya daerah tapal kuda dipasrahkan langsung kepada KH. Kholil As'ad , para Kiai dan ulama.
Khkholil as ad syamsul arifin. SURYAcoid SURABAYA - Bakal calon wali kota Surabaya Machfud Arifin merasa terharu dengan dukungan KHR Muh Kholil Asad Syamsul Arifin atas pencalonan dirinya dalam Pilwali. Asad Syamsul Arifin 1897-1990 M adalah putra pertama dari pasangan KHR. Ini tongkat kasihkan ya kata Syaikhona Kholil lantas membaca QS
iCoB0v. Filtrar por Gênero menina menino menino/menina Letra Inicial A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z Quantidade de letras Grande Médio Pequeno Origem do Nome Por temas Popularidade Filtrar Limpar filtros Meus favoritos Nome de menino, origem árabe Significado Melhor amigo.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari/. Foto Jakarta - Nahdlatul Ulama lebih tua umurnya dari usia kemerdekaan Indonesia. Ada Kiai Haji Hasyim Asy'ari di belakang organisasi Islam terbesar di Indonesia ini. Kakek Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini yang mendirikan Nahdlatul Ulama atau biasa disingkat KH Hasyim Asy'ariKH Hasyim Asy’ari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim. Kiai Hasyim lahir dari pasangan Kiai Asy’ari dan Halimah pada Selasa kliwon, tanggal 14 Februari tahun 1871 Masehi atau bertepatan dengan 12 Dzulqa’dah tahun 1287 Hijriah. Tempat kelahirannya berada di sekitar 2 kilometer ke arah utara dari kota Jombang, tepatnya di Pesantren Gedang. Garis keturunannya adalah ayahnya Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim atau yang populer dengan nama Pangeran Benawa bin Abdul Rahman yang juga dikenal dengan julukan Jaka Tingkir Sultan Hadiwijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq bin Ainul Yakin yang dikenal sebagai Sunan Giri. Sementara dari jalur ibu adalah Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin Jaka Tingkir atau juga dikenal dengan nama Mas Karebet bin Lembu Peteng Prabu Brawijaya VI. Ditinjau dari silsilah kedua jalur tersebut, Kiai Hasyim merupakan gabungan dari dua trah sekaligus. Pertama, bangsawan Jawa dan elite agama Islam. Dari jalur ayah, merupakan bangsawan muslim Jawa Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir dan sekaligus elite agama Jawa Sunan Giri. Sementara dari jalur ibu, masih keturunan langsung Raja Brawijaya VI Lembu Peteng yang berlatar belakang bangsawan Hindu usia kanak-kanak, Kiai Hasyim hidup dalam lingkungan pesantren tradisional Gedang, salah satu pesantren yang pernah menjadi pusat perhatian terutama dari santri-santri Jawa pada akhir abad ke-19. Pesantren tersebut didirikan kakeknya dari jalur ibu, Kiai Utsman. Sementara kakek buyutnya bernama Kiai Sihah dikenal luas sebagai pendiri dan pengasuh Pesantren Tambak Beras Jombang. Ayahnya sendiri, Kiai Asy’ari adalah pendiri Pesantren Keras. Pada umur lima tahun Kiai Hasyim berpindah dari Gedang ke Desa Keras, sebuah desa di sebelah selatan kota Jombang mengikuti ayah dan ibunya yang sedang membangun pesantren baru. Di sini, Kiai Hasyim menghabiskan masa kecilnya hingga berumur 15 tahun, sebelum akhirnya meninggalkan Keras dan menjelajahi berbagai pesantren hingga ke usia 21 tahun, Kiai Hasyim menikah dengan Nafisah, putri Kiai Ya’qub, Siwalan Panji, Sidoarjo pada tahun 1892 M/1308 H. Tidak lama kemudian, Kiai Hasyim bersama istri dan mertuanya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Bersama istrinya, Nafisah, Kiai Hasyim kemudian melanjutkan tinggal di Mekkah untuk menuntut ilmu. Tujuh bulan kemudian, Nafisah meninggal dunia setelah melahirkan seorang putra bernama Abdullah. Namun, empat puluh hari kemudian, Abdullah turut menyusul ibunya dipanggil Allah SWT. Kejadian ini membuat Kiai Hasyim merasa sangat terpukul dan akhirnya memutuskan tidak berlama-lama di Tanah Suci dan kembali ke Tanah Air setahun Hasyim kemudian menikah lagi dengan Khadijah, seorang gadis putri Kiai Romli dari Desa Karangkates Kediri pada tahun 1899 M/1325 H. Pernikahannya dengan istri kedua juga tidak bertahan lama, karena dua tahun kemudian pada 1901, Khadijah Hasyim menikah lagi untuk ketiga kalinya dengan gadis Nafiqah, putri Kiai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari perkawinan ini, keduanya dikaruniai sepuluh orang anak, yaitu Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim, Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurah, dan Muhammad Yusuf. Namun pada tahun 1920 M Nyai Nafiqah juga meninggal dunia. Kiai Hasyim begitu sabar menghadapi cobaan tersebut. Untuk keempat kalinya, Kiai Hasyim menikahi Masrurah, putri Kiai Hasan pengasuh Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari perkawinan ini, Kiai Hasyim mendapat empat orang anak yaitu Abdul Qadir, Fatimah, Khadijah, dan Muhammad Ya’qub. Perkawinan dengan Masrurah ini merupakan perkawinan terakhir bagi Kiai Hsyim hingga akhir Nahdlatul Ulama. Foto Instagram/omah_bukustoreRiwayat Pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ariBerlatar belakang keluarga pesantren, Kiai Hasyim mendapat pendidikan agama dari sang ayah langsung. Kecerdasan Kiai Hasyim cukup menonjol, belum genap berumur 13 tahun, Kiai Hasyim mampu menguasai berbagai bidang kajian Islam dan dipercaya membantu ayahnya mengajar santri yang lebih Hasyim kemudian memulai menjelajahi beberapa pesantren. Pertama adalah Pesantren Wonokoyo Probolinggo, lalu berpindah ke Pesantren Langitan Tuban. Lalu Pesantren Tenggilis Surabaya, dan berlanjut ke Pesantren Kademangan Bangkalan, yang saat itu diasuh Kiai Kholil. Setelah dari pesantren Kiai Kholil, Kiai Hasyim melanjutkan ke Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo yang diasuh Kiai Ya’kub. Atas nasihat Kiai Ya’kub, Kiai Hasyim akhirnya meninggalkan Tanah Air untuk berguru pada ulama-ulama terkenal di Mekkah sambil menunaikan ibadah haji untuk kali kedua. Di Mekkah, Kiai Hasyim berguru pada syaikh Ahmad Amin al-Attar, Sayyid Sultan bin Hashim, Sayyid Ahmad bin Hasan al-Attas, Syaikh Sa’id al-Yamani, Sayyid Alawi bin Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdullah al-Zawawi, Syaikh Salih Bafadal, dan Syaikh Sultan Hasim Dagastana, Syaikh Shuayb bin Abd al-Rahman, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Rahmatullah, Sayyid Alwi al-Saqqaf, Sayyid Abu Bakr Shata al-Dimyati, dan Sayyid Husayn al-Habshi yang saat itu menjadi multi di Mekkah. Selain itu, Kiai Hasyim juga menimba pengetahuan dari ulama asal Nusantara yang bermukim di tanah Arab seperti Syaikh Ahmad Khatib Minankabawi, Syaikh Nawawi al-Bantani dan Syaikh Mahfuz al-Tirmisi. Prestasi belajar Kiai Hasyim yang menonjol, membuatnya kemudian juga memperoleh kepercayaan untuk mengajar di Masjid al-Haram. Beberapa ulama terkenal dari berbagai negara tercatat pernah belajar kepadanya. Di antaranya Syaikh Sa’d Allah al-Maymani mufti di Bombay, India, Syaikh Umar Hamdan ahli hadith di Mekkah, al-Shihan Ahmad bin Abdullah Syiria, KH. Abdul Wahhanb Chasbullah Tambakberas, Jombang, K. H. R Asnawi Kudus, KH. Dahlan Kudus, KH. Bisri Syansuri Denanyar, Jombang, dan KH. Saleh Tayu.Sejak masih di Mekkah, Kiai Hasyim sudah memiliki ketertarikan tersendiri dengan tarekat. Bahkan, Kiai Hasyim juga sempat mempelajari dan mendapat ijazah tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah melalui salah melalui salah satu gurunya, Syaikh Pesantren TebuirengPintu masuk Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Foto Instagram/ 1899, Kiai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir, pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1870. Dukuh Tebuireng terletak di arah timur Desa Keras, kurang lebih 1 km. Di sana Kiai Hasyim membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu atau dalam bahasa Jawa disebut tratak, sebagai tempat bangunan kecil inilah embrio Pesantren Tebuireng dimulai. Kiai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 Hijaz dan Pendirian Nahdlatul UlamaPada masa Raja Saudi Arabia Ibnu Saud berencana menjadikan mazab Wahabi sebagai mazab resmi Negara, dia juga berencana menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam yang selama ini banyak diziarahi kaum muslimin, karena dianggap Indonesia, rencana tersebut mendapat sambutan hangat kalangan modernis seperti Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun Partai Syarikat Islam Indonesia PSII di bawah pimpinan Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang menghormati keberagaman, menolak pembatasan mazab dan penghancuran warisan peradaban itu. Akibatnya, kalangan pesantren dikeluarkan dari keanggotaan Kongres Al Islam serta tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar Alam Islami Kongres Islam Internasional di Mekkah, yang akan mengesahkan keputusan Hasyim bersama para pengasuh pesantren membuat delegasi yang dinamai Komite Hijaz yang diketuai KH. Wahab Hasbullah untuk menghadap Raja Ibnu Saud untuk mengurungkan niatnya. Dari berbagai penjuru dunia juga menentang Ibnu Saud untuk membatalkan rencana tersebut. Hasilnya, hingga saat ini umat Islam bebas melaksanakan ibadah di Mekkah sesuai mazab 1924, kelompok diskusi taswirul afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus syeikh KH. Hasyim Asy’ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari sekian lama, petunjuk itu belum datang juga hingga membuat Kiai Hasyim gelisah. Dalam hati kecilnya ia ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif, Kiai Khalil telah mengetahui apa yang dialami Kiai Hasyim lalu mengutus seorang santrinya bernama As’ad Syamsul Arifin, kelak menjadi pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo, untuk menyampaikan sebuah tongkat kepada Kiai Hasyim di Tebuireng. As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kiai Kiai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergetar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan air tahun kemudian 1925, pemuda As’ad kembali datang menemui Hadratus Syeikh. ”Kiai, saya diutus Kiai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kiai Kholil di As’ad belum pernah menyentuh tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng sangat jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir tangannya menyentuh tasbih.”Kiai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ As’ad yang kedua ini membuat hati Kiai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syeikh menangkap isyarat bahwa gurunya tidak keberatan jika ia bersama ulama lain mendirikan organisasi/jam’iyah. Inilah jawaban yang dinanti-nantinya melalui salat tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M, organisasi Nahdlatul Ulama, yang artinya kebangkitan ulama secara resmi didirikan. Kiai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar KH. Hasyim Asy’ariBeberapa karya KH. Hasyim Asy’ari yang masih bisa ditemui dan menjadi kitab wajib dipelajari di pesantren-pesantren Nusantara sampai fi al-Nahy’an Muqatha’at al-Arham wa al-Aqarib wa al-IkhwanMuqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul UlamaRisalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ahArba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul UlamaAdab al-Alim wa al-Muta’alim fi ma Yanhaju Ilaih al-Muta’allim fi Maqamati Ta’limihiRasalah Ahl aas-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa Bayani Mafhum as-Sunnah wa al-Bid’ah. []Baca jugaWawancara Eksklusif Tagar dan Ganjar Pranowo Soal New NormalProfil Emha Ainun Nadjib, Penyair Berbahasa Universal
Banyak ditemukan dalam berbagai literatur ulama kata “Ya Fulan”, atau Ya Fulanah”, “Fulan bin Fulan” atau “Fulanah binti Fulanah” dan lain sebagainya. Kata-kata ini biasa digunakan untuk menyebutkan seseorang yang tidak diketahui identitasnya atau kurang elok menyebut namanya. Kata “Fulan” atau “Fulanah” dalam KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia diserap menjadi polan, memiliki arti yang kurang lebih sama dengan kata anu. Dalam bahasa Inggris dengan sebutan so-and-so untuk makna ini atau tergolong daftar kata placeholder name kata yang dapat merujuk pada benda, orang, tempat, waktu, angka, dan konsep lain yang namanya dilupakan sementara, tidak relevan, atau tidak diketahui dalam konteks pembahasannya Sedangkan dalam bahasa Arab sebagaimana yang disebutkan dalam al-Mu’jam al-Wasith, kata “Fulan” digunakan sebagai kata Kinayah metaforik dari alam nama untuk menyebutkan orang laki-laki yang berakal, sedangkan kata “Fulanah” digunakan untuk alam nama untuk menyebut orang perempuan yang berakal. Kedua lafadz tersebut tergolong lafadz Ghairi al-Musharif tidak menerima tantwin dan kadang dalam penyebutannya kata “Fulan” atau “Fulanah” banyak ditulis dengan bentuk kata فُلُ Fulu untuk menyebut orang laki-laki dan فلاة atau وفُلَة untuk menyebut orang perempuan dalam konteks Nida’ memanggil. Juga kadang didepan “Fulan” atau “Fulanah” ditambahkan أل Al menjadi kata الفلان dan الفلانة yang digunakan sebagai kata Kinayah metafora dari nama selain anak Adam manusia seperti contoh ركبت الفلان saya menunggang hewan anu dan حلبت الفلانة saya memerah susu hewan anu yang digunakan sebagai Kinayah metafora dari kata Kuda, Unta dll. Dalam al-Qur’an kata “Fulan” hanya disebutkan satu kali yaitu dalam Surat Al-Furqan 28, yang berbunyi يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا Artinya “Wahai, celaka aku! Sekiranya dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku.” Syaikh ishomuddin Ismail bin Muhammad al-Hanafiy w. 1195 H dalam Hasyiyah al-Qunawiy ala Tafsiri al-Imam al-Baidhawiy yang ditulis oleh Syaikh Nashiruddin Abdullah bin Umar bin Muhammad as-Sairaziy w. 685 H menjelaskan Kinayah metafora mengunakan kata “Fulan” dalam Ayat tersebut, beliau berkata Kinayah metafora dalam Ayat ini adalah Kinayah metafora secara linguistik bahasa dan istilah ahli Nahwu bukan Istilah ilmu Ilmu Bayan salah satu fan ilmu Balaghah, yaitu Kinayah metafora dari setiap Alam nama dengan cara mengganti kata tanpa tertentu pada satu Alam nama. Para ahli Nahwu berkata Orang Arab biasa membuat Kinayah metafora dengan kata “Fulan” untuk Alam nama orang laki-laki yang berakal seperti Zaid dan dengan kata “Fulanah” untuk bagi Alam nama orang perempuan yang berakal seperti Fatimah. Ibnu Hajib menyaratkan dalam menggunakan Kinayah metafora dengan kata “Fulan” dalam konteks menceritakan sebuah perkataan sebagaimana dalam Ayat ini dan yang dimaksud kata “Fulan” dalam Ayat tersebut adalah Setan atau orang yang menyesatkan dari kalangan manusia dan jin di dunia atau Ubaiy bin Khalaf sebagaimana yang jelaskan Syaikh Syihabuddin Mahmud al-Lusiy w. 1270 H dalam Tafsir Ruhu al-Ma’ani-nya. Sedangkan dalam kitab al-Ishabah fi Tamyizi ash-Shahabah karya Syaikh Ibnu Hajar al-Asqolaniy w. 852 H mengatakan “Orang yang pertama kali menggunakan kata “Fulan ila Fulan” dalam sebuah tulisan adalah Qais bin Sa’ad bin Jadamah al-Ayadiy seorang orator ulung di zaman Jahiliyah yang meninggal dunia pada usia 380 tahun sebelum Nabi Muhammad SAW terutus. Waallahu A’lamu Penulis Abdul Adzim Referensi ✍️ Jumhuriyati Mishri al-Arabiyah Al-Mu’jam al-Wastih Maktabah asy-Suruq hal 702. ✍️ Syaikh ishomuddin Ismail bin Muhammad al-Hanafiy Hasyiyah al-Qunawiy ala Tafsiri al-Imam al-Baidhawiy Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 14 hal 80. ✍️ Syaikh Syihabuddin Mahmud al-Lusiy Tafsir Ruhu al-Ma’niy Al-Maktabah asy-Syamilah al-Haditsiyah hal juz 10 hal 13. ✍️ Syaikh Ibnu Hajar al-Asqolaniy Al-Ishabah fi Tamyizi ash-Shahabah Daru al-Kutub al-Ilmiyah jilid 3 juz 5-6 hal 285.
kata kata kh kholil as ad